Tindakan memasukkan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri disebut Import. Proses Impor yang umumnya merupakan dari proses perdagangan, bersifat legal. Di mana prosedurnya dibutuhkan campur tangan pemerintah melalui bea cukai baik di negara pengirim maupun negara penerima. Sebagai lawan dari eksport, import memiliki lebih banyak ketentuan dan peraturan yang harus dipenuhi dalam prosesnya.
Dasar hukum import sendiri tertuang pada UU Nomer 10 Tahun 1995 tentang peraturan kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomer 17 Tahun 2006. Keputusan oleh Menkeu No.453/KMK.04/2002 tentang pelaksanaan Kepabeanan di Bidang Import, sebagaimana telah beberapa kali direvisi, terakhir dengan Keputusan.
Menkeu tertuang pada No. 112/KMK.04/2003. Kep. DJBC No. KEP-07/BC/2003 mengenai petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Import yang telah beberapa kali dirubah, terakhir pada tahun 2018 dengan Peraturan DJBC No. P-42/BC/2008.
Dalam prosesnya, terdapat beberapa istilah mengenai jalur yang dilewati dalam cara melakukan proses impor. Antara lain Sebagai berikut. Jalur Merah, merupakan pemeriksaan fisik maupun dokumen sebelum penerbitan Surat pengeluaran Barang (SPPB) sebagai proses pelayanan dan pengawasan terhadap pengeluaran barang import.
Jalur Hijau, merupakan pelayanan dan pengawasan terhadap pengeluaran barang import, tanpa dilakukan pemeriksaan fisik, melainkan penelitian dokumen setelah adanya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Jalur Kuning, memiliki proses yang hampir sama dengan jalur hijau. Hanya saja pada jalur kuning penelitian dokumen dilakukan sebelum adanya SPPB. Selain ketiga jalur diatas, yang terakhir ialah Jalur Mita sebagai jalur non-prioritas dan prioritas.
Mereka yang tergolong jalur merah antara lain: importir baru, importir yang termasuk memiliki kategori risiko tinggi, barang operasional perminyakan, barang re-impor, barang yang terkena pemeriksaan acak, barang impor tertentu yang sebelumnya telah ditetapkan pemerintah, barang impor yang berasal dari negara berisiko tinggi atau pun yang termasuk dalam komoditi berisiko tinggi.
Yang tergolong dalam jalur hijau ialah semua importir yang tidak termasuk dalam kriteria jalur merah. sedangkan importir yang ditetapkan sebagai importir jalur prioritas dengan sendirinya masuk ke kriteria jalur prioritas. Dalam Pemeriksaan barang, terdapat empat tingkatan di dalamnya. Antara lain pemeriksaan mendalam, dengan persentase barang yang diperiksa ialah 100%. Pemeriksaan sedang, jika barang yang diperiksa sebesar 30%. Pemeriksaan rendah, jika barang yang diperiksa hanya sebesar 10%, dan pemeriksaan sangat rendah jika barang hanya diperiksa ketika sudah berada di gudang importir. Pemeriksaan fisik sendiri, merupakan pemeriksaan fisik barang secara merata sesuai persentase yang sudah ditentukan dari proses impor.
Selain istilah-istilah jalur dan pemeriksaan barang, dalam melakukan proses impor, seorang importir biasnya akan menemukan istilah-istilah seperti berikut. Air Waybill, merupakan kontrak perjanjian yang dikeluarkan pihak perusahaan angkutan udara. Bill of leading (B/L), merupakan surat perjanjian pengangkutan barang melalui laut, dan surat tanda terima barang serta bukti kepemilikan atas barang.
Invoice, merupakan nota yang isinya mengenai harga dan jumlah barang. Consignee, merupakan alamat dan nama sang pembeli atau penerima barang. Packing list, yaitu nota atau faktur yang isinya berupa jumlah dan berat barang. Commodity, merupakan barang yang saat ini disebut produk, berupa barag hasil pertanian. Phytosanitary certificate, yaitu surat yang dikeluarkan departemen Pertanian Republik Indonesia melalui lembaga karantina hewan dan tumbuhan. Dalam mendapatkannya, importir perlu melalui serangkaian prosedur serta uji laboratorium. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi suatu penyebaran penyakit antar pulau di Indonesia maupun antar negara di dunia.